Selasa, 04 Juni 2013

persepsi dan kognisi sosial (Psikologi umum)



Konsep Dasar Perilaku Sosial
(Persepsi dan Kognisi Sosial)

Disusun dalam rangka memenuhi tugas matakuliah Dasar-dasar pemahaman perilaku
yang di bimbing oleh ibu DR. RIFDA EL FIAH, M.Pd

disusun oleh    :
Nama
NPM

NURUL AINI                                                   (1211080082)



http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ0EqHoN9sCoYpDehVvirtB-PD0iaFXmyZtpij5J6-VRfb4cJnEnPCI3X4
 









JURUSAN BIMBINGAN KONSELING
FAKULTAS TARBIYAH IAIN RADEN INTAN LAMPUNG
2012/2013

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang
Telah dipaparkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berjiwa, dan kenyataan ini kiranya tidak ada yang membantah, dan kehidupan kejiwaan itu direfleksikan dalam perilaku, aktivitas manusia. Sudah sejak dari dahulu kala para ahli telah membicarakan masalah ini, antara lain oleh plato, Aristoteles, sebagai ahli-ahli fikir pada waktu itu yang telah membicarakan mengenai soal jiwa ini. Kalau manusia mengadakan intropeksi kepada diri masing-masing, memang dapat dimengerti bahwa dalam dirinya, manusia merasa senang kalau melihat sesuat yang indah, berpikir kalau menghadapi sesuat masalah, ingin membeli sesuatu kalau membutuhkan sesuatu barang, semua ini memberikan gambaran bahwa dalam diri manusia berlangsung kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas kejiwaan.
Aktivitas kognitif adalah berkaitan dengan persepsi, ingatan, belajar, perpikir, dan problem solving (Morgan, dkk., 1984; Woodworth dan Marquis, 1957). Kegiatan atau proses tersebut sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme, dan organisme mengadakan respon terhadap stimulus yang mengenainya.[1]

1.2              Rumusan masalah
1.2.1        Apakah pengertian dan faktor dari persepsi?
1.2.2        Bagaimanakah proses dari persepsi?
1.2.3        Apakah yang dimaksud dengan kognisi sosial?

1.3              Tujuan
1.3.1        Untuk mengetahui pengertian dan faktor dari persepsi.
1.3.2        Mengetahui proses terjadinya persepsi


BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Pengertian persepsi
            Persepsi bisa disebut sebagai pandangan seseorang terhadap sesuatu hal. Didalam persepsi terjadi proses yang didahului oleh proses pengindraan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus (rangsangan) oleh individu melalui alat indra atau disebut proses sensoris. Kemudian proses tersebut akan dilanjutkan menjadi sebuah persepsi. Persepsi akan timbul jika salah satu dari alat indera atau pengindraan manusia bekerja. Alat indera tersebut merupakan alat penghubung antara individu dengan dunia luarnya (Branca, 1964; Woodworth dan Marquis, 1957). Stimulus yang di indera itu kemudian oleh individu diorganisasikan dan diinterprestasikan sehingga individu menyadari, mengerti tentang apa yang diindera itu, dan proses ini disebut persepsi. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa stimulus diterima oleh alat indera, yaitu yang dimaksud dengan penginderaan, dan melalui proses penginderaan tersebut stimulus itu menjadi sesuatu yang berarti setelah diorganisasikan dan diinterprestasikan (Davidoff, 1981).[2]
Persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, 1969). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga merupapkan sesuatu yang berarti, dan merupakan respon yang intregated dalam diri individu. Karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan objek (Branca, 1964). Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan disekitarnya dan keadaan diri sendiri (Davidoff, 1981).
Dalam persepsi stimulus bisa datang dari luar, tetapi juga dapat dari dalam individu itu sendiri. Namun demikian sebagian besar stimulus datang dari individu yang bersangkutan. Karena persepsi merupakan aktivitas yang intregeted dalam diri individu, maka apa yang ada dalam diri individu akan ikut aktif dalam persepsi. Maka dari itu dapat disimpulkan persepsi timbul karena perasaan, kemampuan berpikir, pengalaman-pengalaman individu yang tidak sama, maka dalam mempersepsi sesuatu stimulus, hasil persepsi mungkin akan berbeda antara individu satu dengan individu lain. Persepsi itu bersifat individual (Davidoff, 1981; Rogers 1965).
2.1.1    Faktor-faktor yang berperan dalam persepsi
Adapun faktor-faktor yang berperan dalam persepsi yaitu:
1.                  Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang diluar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun sebagian besar stimulus datang dari luar individu.
2.                  Alat indera, syaraf, dan pusat susun syaraf
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Disamping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.
3.                  Peraturan
Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.[3]

2.1.2    Proses terjadinya persepsi
            Persepsi terjadi karena suatu objek menimbulkan stimulus (rangsangan) dan stimulus itu mengenai alat indera manusia atau reseptor. Tetapi, pada suatu ketika terjadi tekanan antara objek dan stimulus itu akan terjadi secara bersamaan. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera akan diteruskan oleh syaraf sensoris menuju otak (proses fisiologis). Setelah stimulus sampai di otak, otak akan memproses sehinga individu itu akan sadar apa yang dilihat, apa yang diraba, dan apa yang didengar (proses psikologis). Proses ini merupakan proses terahir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya.
Tidak semua stimulus akan direspon oleh organisme atau individu. Respon diberikan oleh individu terhadap stimulus yang ada persesuaian atau yang menarik perhatian individu. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa yang dipersepsi oleh individu selain tergantung pada stimulusnya juga tergantung kepada keadaan individu yang bersangkutan. Stimulus yang mendapatkan pemilihan dari individu tergantung kepada bermacam-macam faktor, salah satu faktor adalah perhatian individu, yang merupakan aspek psikologis individu dalam mengadakan persepsi.[4]

2.1.3    Organisasi persepsi
Kalau organisme dalam mempersepsi sesuatu lebih mendahulukan bagiannya daripada keseluruhannya maka disini berarti bagian merupakan hal yang primer dan keseluruhan adalah hal yang sekunder, begitu juga sebaliknya. Misalnya dalam seseorang mempersepsi sepeda motor, ada kemungkinan orang tersebut mempersepsi bagian-bagiannya terlebih dahulu baru kemudian keseluruhannya. Namun ada pula yang sebaliknya.
Dalam hal ini memang ada 2 teori yang berbeda satu dengan lain, atau bahkan dapat dikatakan berlawanan dalam hal persepsi ini, yaitu:
(1)                teori elemen
(2)                teori gestalt
Menurut teori elemen dalam individu mempersepsi sesuat maka yang dipersepsi mula-mula adalah bagian-bagiannya baru kemudian keseluruhan atau gestalt merupakan hal yang sekunder. Jadi kalau seseorang mempersepsi sesuatu maka yang dipersepsi terlebih dahulu adalah bagian-bagiannya, baru kemudian keseluruhannya. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa dalam seseorang mempersepsi sesuat bagian-bagiannya merupakan hal yang primer, sedangkan keseluruhannya merupakan hal yang sekunder. Sebaliknya menurut teori gestalt dalam seseorang mempersepsi sesuatu yang primer adalah keseluruhannya atau gestaltnya, sedangkan bagian-bagiannya adalah sekunder. Jadi kalau seseorang mempersepsi sesuatu maka yang dipersepsi terlebih dahulu adalah keseluruhannya atau gestalt-nya, baru kemudian bagian-bagiannya. Penelitian secara eksperimental yang dilakukan oleh Wertheimer, dkk. Dalam persepsi sehingga ditemukan beberapa hukum menurut teori gestalt yaitu:
1.                   Hukum Pragnanz
2.                   Hukum figure-Ground
3.                   Hukum kedekatan
4.                   Hukum kesamaan (similitary)
5.                   Hukum konstinuitas
6.                   Hukum kelengkapan atau ketertutupan (closure) [5]

2.2     Pengertian Kognisi
          Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan memanipulasi pengetahuan melalui aktivitas mengingat, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa. Kapasitas atau kemampuan kognisi biasa diartikan sebagai kecerdasan atau inteligensi. Bidang ilmu yang mempelajari kognisi beragam, diantaranya adlah psikologi, filsafat komunikasi, neurosains, serta kecerdasan buatan. Kepercayaan atau pengetahuan seseorang tentang sesuatu dipercaya dapat mempengaruhi sikap mereka dan pada akhirnya mempengaruhi perilaku atau tindakah mereka terhadap sesuatu. Merubah pengetahuan seseorang akan sesuaut dipercaya dapat merubah perilaku mereka.
          Istilah kognisi berasal dari bahasa latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan. Istilah ini digunakan oleh filsuf untuk mencari pemahaman terhadap cara manusia berpikir. Karya Plato dan Aristoteles telah memuat topik tentang kognisi karena salah satu tujuan filsafat adalah memahami segala gejala alam melalui pemahaman dari manusia itu sendiri.[6]
Elemen kognisi
·                Konsep adalah salah satu representasi mental. Konsep adalah kategori mental yang mengelompokkan sejumlah objek, hubungan, aktifitas, abstrak, atau kualitas yang memiliki kesamaan properti. Contoh: merah, biru, kuning adalah contoh dari konsep warna; buras cemani, jago adalah contoh dari konsep ayam.
·                Konsep dasar adalah konsep yang memiliki jumlah contoh sedang (moderate) dan lebih mudah diperoleh dibandingkan konsep yang memiliki contoh yang lebih sedikit atau lebih banyak. Contoh: konsep durian yang lebih sederhana daripada konsep buah karena buah memiliki jumlah obyek yang lebih banyak dibandingkan dengan durian yang lebih spesifik; Komik lebih sederhana dibandingkan dengan konsep buku karena konsep buku lebih abstrak dan luas serta bermacam-macam objeknya dibandingkan komik.
·                Prototipe adalah contoh yang merepresentasikan suatu konsep. Pada saat kita harus memutuskan apakah suatu hal termasuk ke dalam suatu konsep atau tidak, kita cenderung membandingkan hal tersebut dengan prototipe.

Konsep merupakan potongan yang membangun pikiran kita, tetapi potongan-potongan tersebut menjadi tidak berguna bila kita menyimpannya hanya secara mental. Selain menyimpan, kita juga harus mengembangkan hubungan antar potongan-potongan konsep yang kita miliki. Salah satunya adalah dengan penggunaan proposisi. Proposisi adalah unit yang memiliki makna dan tercipta dari berbagai konsep serta menggambarkan ide yang utuh.
Nantinya proposisi-proposisi tersebut akan saling terhubung di dalam sebuah jejaring pengetahuan, asosiasi, keyakinan, dan harapan yang rumit. Jejaring tersebut disebut dengan skema kognitif, yang berfungsi dalam mental kita sebagai model dari berbagai aspek di dunia.
Skema kognitif adalah jejaring mental yang terintegrasi dengan pengetahuan, keyakinan, dan keinginan mengenai suatu topik atau aspek tertentu dari lingkungan. Contoh: skema tentang kebudayaan; kebudayaan merupakan hasil pemikiran luhur dari nenek moyang, yang berisi nilai-nilai hidup, kearifan lokal dan harus dilestarikan.[7]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kita tidak bisa sepenuhnya percaya pada apa yang kita lihat karena penglihatan berbeda dari dunia faktual dalam pengertian absolutnya. Apa yang kita lihat mungkin berbeda dari apa yang dilihat dan diyakini orang lain. Hal inilah yang dinamakan dengan persepsi. Persepsi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu termasuk usia, pematangan, lingkungan dan situasi­. Latar belakang kebudayaan tetap merupakan penentu yang berpengaruh dalam persepsi kita terhadap dunia (persepsi dapat dibentuk, diubah, dan dipengaruhi oleh kebudayaan di mana kita dibesarkan).
 Kategorisasi yang merupakan bagian dari proses kognisi ternyata tak berbeda anta budaya bila terkait dengan pengalaman seperti warna, ekspresi wajah, dan bentuk-bentuk geomeetris. Hal ini berarti, proses-proses dasar ini akan sama pada semua orang namun kategori dapat pula menjadi berbeda ketika individu memiliki latar belakang pengalaman kultural yang berbeda. Ketika ada perbedaan kultural yang muncul bukanlah dalam kemampuan kognitif melainkan perbedaan dalam preferensi (pilihan) untuk menggunakan gaya-gaya kognitif tertentu.
Hubungan inteligensi sebagai bagian dari proses kognisi memiliki banyak definisi yang dipengaruhi oleh latar belakang budaya. Bagaimana sutau budaya mendefinisikan apa yang disebut cerdas barangkali tidak sama dengan bagaimana budaya lain mendefinisikan inteligensi. Oleh karena itu, pengukuran inteligensi seharusnya disesuaikan dengan kemungkinan terjadinya bias budaya.[8]


Walgito,Bimo.2010.Pengantar Psikologi Umum.Yogyakarta: Andi.
Wirawan,Sarlito,Sarwono.2008.Teori-teori Psikologi Sosial.Jakarta: rajawali pers
http://kk.mercubuana.ac.id/files/61005-2-357171911404


[1] Bimo walgito,”pengantar psikologi umum”,(Yogyaakarta:andi,2010), hlm 98
[2] Bimo walgito,”pengantar psikologi umum”,(Yogyaakarta:andi,2010), hlm 100
[3] Bimo walgito,”pengantar psikologi umum”,(Yogyaakarta:andi,2010), hlm 101
[4] Bimo walgito,”pengantar psikologi umum”,(Yogyaakarta:andi,2010), hlm 102
[5] Bimo walgito,”pengantar psikologi umum”,(Yogyaakarta:andi,2010), hlm 104
[6] Diunduh dari:http://kk.mercubuana.ac.id/files/61005-2-357171911404.diakses pada,jum’at 12 April 2013
[7] Diunduh dari:http://kk.mercubuana.ac.id/files/61005-2-357171911404.diakses pada,jum’at 12 April 2013

[8] Sarlito Wirawan Sarwono,”teori-teori psikologi sosial”,(jakarta:rajawali pers,2008),hlm 84